Rabu, 30 Desember 2009

Varanus komodoensis, “Mesin Pembunuh” Mematikan






Keragaman hayati Indonesia ternyata amat kaya. Dalam penelitian biawak di Sulawesi, terbukti Indonesia dihuni 20 jenis biawak atau yang terbanyak di dunia. Biawak adalah sebangsa reptil yang masuk ke dalam golongan kadal besar, suku biawak-biawakan (Varanidae). Biawak dalam bahasa lain disebut sebagai bayawak (Sunda), menyawak atau nyambik (Jawa), berekai (Madura), dan monitor lizard atau goanna (Inggris). Biawak banyak macamnya. Yang terbesar dan terkenal ialah biawak komodo (Varanus komodoensis), yang panjangnya dapat melebihi 3 m.

Biawak Komodo (Varanus komodoensis, Varanidae, Reptilia) adalah spesies kadal terbesar di dunia yang hidup di Pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami di Nusa Tenggara. Massa dewasa komodo itu seberat 70 Kg. Namun yang di penangkaran kadang-kadang lebih besar. spesimen terbesar pernah mencapai panjang sebesar 3.13 meter dan berat sekitar 166 kilogram, termasuk berat makanan yang belum dicerna di dalam perutnya.

Komodo memiliki ekor yang sama panjang dengan tubuhnya, dan sekitar 60 buah gigi yang bergerigi tajam sepanjang sekitar 2.5 cm, yang kerap diganti. Air liur komodo sering kali bercampur sedikit darah karena giginya hampir seluruhnya dilapisi jaringan gingiva dan jaringan ini tercabik selama makan. Kondisi ini menciptakan lingkungan pertumbuhan yang ideal untuk bakteri mematikan yang hidup di mulut mereka. Komodo memiliki lidah yang panjang, berwarna kuning dan bercabang.

Ternyata, komodo itu tidak memiliki indra pendengaran meskipun memiliki lubang telinga dan pandangan komodo hanya sejauh 300 m. Komodo menggunakan lidahnya untuk mendeteksi rasa dan mencium stimuli, seperti reptil lainnya, dengan indera vomeronasal memanfaatkan organ Jacobson, suatu kemampuan yang dapat membantu navigasi pada saat gelap. Dengan bantuan angin dan kebiasaannya menelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri ketika berjalan, komodo dapat mendeteksi keberadaan daging bangkai sejauh 4—9.5 kilometer.

Komodo adalah hewan karnivora, dan makanan yang kebanyakan dimakan adalah daging bangkai. Meskipun begitu, Komodo juga memangsa hewan dengan cara mengendap-ngendap dan kemudian menyerang secara tiba-tiba.

Sebuah studi baru telah menunjukkan bahwa Komodo (Varamus komodoensis) yang hidup di Taman Nasional Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, merupakan reptil berbisa paling mematikan di dunia saat ini. Rahasia kemampuan membunuh mangsa dari Komodo, ternyata terletak pada kombinasi kekuatan gigitannya dan racun berbisa yang dikeluarkan ribuan kelenjar-kelenjar yang terletak digusinya, yang dikeluarkan bersamaan dengan gigitan. Peneliti Dr. Bryan Fry dari Universitas Melbourne, Australia, yang menemukan teori ini, melakukan penelitian dengan menggunakan foto medis atau rontgen pada jaringan kepala Komodo. Ia menemukan adanya ribuan kelenjar kompleks yang berujung diantara deretan gigi-giginya, yang mempunyai kemampuan mengeluarkan bisa beracun yang mematikan. "Reptil ini biasanya menggigit mangsanya, dan kemudian meninggalkan mangsa yang berdarah hingga mati akibat luka yang mematikan. Kami sekarang tahu bahwa itu disebabkan oleh kombinasi kekuatan gigi dan kelenjar berbisa yang mematikan mangsa," ujar Dr Fry. "Kombinasi gigitan dan bisa racun ini membuat Komodo sedikit melakukan kontak dengan mangsanya, ia cukup melukai dan menyeburkan racun, kemudian meninggalkannya. Membuat Komodo bisa menangkap mangsa yang lebih besar, tanpa harus lama bertempur yang juga akan berbahaya bagi dirinya," ujar Dr Fry.

Tim peneliti Universitas New South Wales (UNSW) Australia juga berhasil mengungkap rahasia komodo (Varanus komodoensis) sebagai salah satu "mesin pembunuh" berbahaya, sekalipun gigitan reptilia asal Pulau Komodo itu sama "lemahnya" dengan gigitan kucing.

Keberhasilan tim peneliti Australia dalam mengungkap rahasia kedahsyatan binatang yang memiliki panjang dua hingga tiga meter dan berat hingga 70 kilogram ini didukung oleh prinsip-prinsip teknik yang biasa digunakan dalam uji tabrakan alat transportasi. Menurut laporan riset UNSW yang diterima ANTARA dari Konsultan Komunikasi Internasional UNSW, Louise Williams, di Brisbane, Rabu, komodo itu bisa dengan mudah membunuh buruannya, termasuk kerbau, tanpa menggunakan kekuatan besar.

Kadal raksasa ini tumbuh menjadi mesin pembunuh yang hebat dengan cara mengangkat rahangnya yang lemah dengan menggunakan otot-otot leher dan badan untuk menarik binatang yang menja di korbannya pada saat menggigit. Dengan gigi-gigi tajam dan bergerigi, satu kali gigitan komodo bisa merobek sebungkah daging binatang buruannya dalam sekali sergap. Peneliti UNSW Dr Stephen Wroe dalam laporan riset itu menjelaskan bagaimana serangan komodo dapat menimbulkan luka serius di tubuh binatang buruannya, termasuk invertebrata, burung, mamalia, termasuk kerbau.
Dalam kondisi binatang buruannya yang terluka, komodo kembali menyantap sebongkah daging, lalu berhenti dan menunggu sampai korbannya mati kehabisan darah, katanya.

Dari penelitian itu terbukti komodo memiliki cara membunuh yang sangat efektif, terutama dibandingkan dengan jenis kucing besar yang harus menggunakan tenaga besar dan beresiko terluka saat mencekik mati buruannya, kata Dr. Wroe. Ia lantas menganalogikan teknik membunuh komodo dengan hiu putih Australia yang juga suka membiarkan binatang buruannya, seperti anjing laut, mati dengan sendirinya tanpa ia harus mengeluarkan tenaga tambahan. Dalam hasil penelitian itu, terungkap pula bagaimana tim riset UNSW ini bekerja. Dalam penelitiannya, mereka menggunakan model-model komputer teknik yang biasa dipakai untuk mengukur kekuatan dalam simulasi uji kecelakaan pesawat terbang, kereta api, maupun mobil. Mereka membangun apa yang disebut predator digital tiga dimensi sesuai dengan data yang mereka peroleh dari "CT Scan" spesimen komodo milik sebuah meseum.

Untuk pertama kalinya, penelitian ini menghasilkan pengukuran-pengukuran yang akurat tentang bio-mekanik kekuatan gigitan komodo maupun mekanisme makanannya. Hasil riset ini telah dipublikasi di edisi terbaru "Journal of Anatomy". Populasi reptilia yang pertama kali ditemukan para peneliti Barat tahun 1920 ini perkirakan mencapai 4.000 - 5.000 ekor di habitat aslinya. Namun, akibat perkembangan kegiatan manusia, eksistensi binatang yang punya kaitan dengan binatang purba 100 juta tahun lalu ini cenderung terdesak. Perhimpunan Konservasi Alam Internasional (IUCN) kemudian memasukkan komodo ke dalam daftar binatang yang patut dilindungi. Binatang pemakan daging bangkai ini tahun lalu dilaporkan pernah memangsa seorang anak laki-laki berusia sembilan tahun di Pulau Komodo kendati kasus ini ter masuk kasus langka.